Aliansi Rakyat Cinta Indonesia Ambil Sikap Terkait Sengketa Tanah Negara Di Desa Tanjung Pamekasan

jurnalis:Aldo

Pamekasan,GerakNusantara.id – Sejumlah organisasi masyarakat dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Cinta Indonesia (ARCI) Kabupaten Pamekasan dan Sampang menyuarakan pernyataan sikap terkait sengketa tanah negara di Dusun Duko, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas dugaan pelanggaran administrasi pertanahan dan pengalihan hak tanah negara yang dinilai cacat hukum.

Organisasi yang tergabung dalam ARCI antara lain DPD BNPM (Barisan Nasional Pemuda Madura), GERAK PEDE Jatim (Gerakan Rakyat Pengawal Demokrasi), FKPPN (Forum Komunikasi Putra Putri Nelayan), FORKAB Pamekasan (Forum Komunikasi Kabupaten), GM Gotong Royong (Gerakan Masyarakat Gotong Royong), dan DPD KNPI Kabupaten Pamekasan.

Pada tahun 1988, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) seluas 15.400 meter persegi atas nama PT Wahyu Jumiang di Desa Tanjung. SHGU tersebut berlaku selama 10 tahun hingga 1998. Namun, sejak awal, masyarakat setempat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan telah menolak pengelolaan tanah tersebut oleh perusahaan karena dianggap mengganggu aktivitas mereka.

Selama masa berlaku SHGU, PT Wahyu Jumiang tidak pernah berhasil mengelola atau memanfaatkan lahan tersebut. Akhirnya, perusahaan mengembalikan hak pengelolaan tanah kepada negara. Namun, pada tahun 2001, BPN Kabupaten Pamekasan secara mengejutkan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah negara tersebut kepada tujuh warga negara yang terdiri dari satu keluarga.

ARCI menduga penerbitan SHM tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk PP No. 18 Tahun 2021. Selain itu, terdapat informasi bahwa SHGU PT Wahyu Jumiang diduga dijual kepada pihak lain, meski secara hukum pemegang SHGU tidak berhak memindahkan hak tersebut.

Lebih lanjut, pada tahun 2017 muncul fakta bahwa pemegang SHM memberikan kuasa penuh atas lahan tersebut kepada PT Budiono Madura Bangun Persada, yang dimiliki oleh warga non-pribumi.

Dalam pernyataan sikapnya, ARCI menyampaikan tiga tuntutan utama:

1. Pembatalan SHM atas nama H. Syafi’i dan keluarganya.

2. Pembatalan SHM atas nama Mistihara, istri M. Sahri, mantan kepala desa periode 1984-1992.

3. Evaluasi dan pembatalan seluruh SHM dan SHGB di pesisir pantai Desa Ambat dan Kecamatan Tlanakan yang diduga dikuasai korporasi dan oknum pejabat.

ARCI mendesak Presiden Republik Indonesia dan Menteri ATR/BPN untuk segera mengambil tindakan tegas. Mereka mengingatkan bahwa jika tuntutan ini tidak dipenuhi, masyarakat berhak mengambil langkah hukum mandiri untuk memperjuangkan hak mereka.

“Kami berdiri demi menjaga hak konstitusi masyarakat Desa Tanjung dan Kabupaten Pamekasan pada umumnya. Jika pemerintah tidak bertindak, jangan salahkan rakyat jika mengambil langkah sendiri,” tegas Abu Thalib.

Dengan tuntutan ini, ARCI berharap pemerintah segera memberikan keadilan dan kepastian hukum terkait sengketa tanah negara di Kabupaten Pamekasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *