Rekanan Kades Terlibat Korupsi di Tambakrejo Tulungagung Dijebloskan ke Lapas
Jurnalis:Wahyu
Tulungagung,GerakNusantara.id –Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung kembali menahan seorang tersangka kasus korupsi keuangan Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbergempol, Kamis (3/10/2024).
Tersangka baru ini adalah Hadi (54), pihak swasta asal Kecamatan Boyolangu.
Hadi turun dari ruang penyidikan di lantai 2 Gedung Kejari Tulungagung pukul 12.53 WIB.
Dia dikawal personel Kejari Tulungagung menuju mobil Kejari Tulungagung.
Sebelumnya Kejari Tulungagung lebih dulu menahan Kepala Desa Tambakrejo, Suratman (49) sebagai tersangka.
“Setelah tim penyidik melakukan ekspose perkara, kami tetapkan H sebagai tersangka,” jelas Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Amri Rahmanto Sayekti.
Penetapan tersangka langsung diikuti pelimpahan dari Jaksa penyidik ke Jaksa Penuntut Umum
Hadi dikawal untuk dititipkan ke Lapas Kelas IIB Tulungagung.
Lanjut Amri, ada hubungan kerja sama tersangka Suratman dan Hadi dalam proses korupsi keuangan Desa Tambakrejo.
“H membantu Kades membuat nota fiktif dari tahun 2020, 2021 dan 2022, saat Pandemi Covid-19,” tambahnya.
Kerjasama ini bermula saat Suratman membutuhkan nota fiktif untuk laporan pertanggungjawaban.
Suratman kemudian menghubungi Hadi untuk minta tolong.
Mendapat permintaan itu, Hadi bersedia membantu Suratman dengan menerbitkan nota dari perusahaannya.
“Apakah dia ikut menikmati hasil korupsi, nanti akan dibuktikan di pengadilan,” tegas Amri
Selama rentang 2020-2023 adalah masa penanganan pandemi Covid-19.
Saat itu ada keuangan desa yang dialihkan untuk penanganan pandemi.
Selama tiga tahun dana penanganan Covid-19 ini tidak dibelanjakan, namun Hadi membuatkan nota fiktif.
Lalu ada penyertaan modal untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebesar Rp 170 juta di tahun 2020
Dana ini ternyata tidak disetorkan ke BUMDes melainkan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Hadi membantu Suratman membuat nota bodong untuk pembelian sembako, hand sanitizer, alat pelindung diri (APD), dan keperluan lain untuk penanganan Covid-19.
“Selama tiga tahun tidak ada yang benar-benar dibelanjakan, hanya dibuatkan nota fiktif,” pungkas Amri.
Sebelumnya Kejari Tulungagung telah memeriksa 30 saksi dalam perkara ini.
Kejari juga menggandeng Inspektorat Kabupaten Tulungagung untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara.
Hasilnya penyidik Kejari Tulungagung menemukan Rp 721 juta keuangan desa yang digunakan untuk kepentingan pribadi